Sejarah dan Biografi Pendiri PersaudaraaN Setia Hati
RIWAYAT KI NGABEHI SURO
DIWIRYO
1869 Ki Ngabehi Soerodiwirjo (nama kecilnya Masdan) lahir
pada hari Sabtu Pahing. Beliau merupakan keturunan dari Bupati Gresik-Surabaya.
Ayahnya bernama Ki Ngabehi Soeromiharjo sebagai Mantri Cacar
Ngimbang (Lamongan) yang mempunya 5 (lima) putera yaitu:
1. Ki Ngabehi Soerodiwirjo (Masdan)
2. Noto (Gunari), di
Surabaya
3. Adi (Soeradi), di
Aceh
4. Wongsoharjo, di Madiun
5. Kartodiwirjo, di Jombang
Saudara laki-laki dari ayahnya
bernama R.A.A. Koesoemodinoto menjabat sebagai Bupati Kediri. Seluruh keluarga
ini adalah keturunan dari Batoro Katong di Ponorogo, Putra
Prabu Brawijaya Majahapit. 1883 Pada saat itu tersebut Ki Ngabehi
Soerodiwirjo lulus sekolah rakyat 5 tahun (umur 14 tahun). Selanjutnya beliau
ikut Üwonya”Mas Ngabehi Soeromiprojo, yang menjabat sebagai Wedono Wonokromo,
kemudian pindah dan menjabat lagi sebagai Wedono Sedayu-Lawas, Surabaya.
1884 Pada tahun tersebut beliau
telah berumur 15 tahun dan magang menjadi Juru Tulis op het Kantoor van de
Controleur van Jombang. Sambil belajar mengaji beliau belajar Pencak-Silat yang
meupakan dasar dari kegemaran beliau untuk memperdalam Pencak-Silat dimasa-masa
berikutnya.
1885 Pada tahun berikutnya, dimana
usia beliau telah menginjak 16 tahun, beliau magang di kantor Kontrolir
Bandung, dan dari sini beliau belajar Pencak-Silat dari Pendekar-pendekar
Prinangan, sehingga didapatlah jurus-jurs seperti:
1. Cimande
2. Cikalong
3. Cipetir
4. Cibeduyut
5. Cimelaya
6. Ciampas
7. Sumedangan
1886 Pada usia 17 tahun beliau pindah ke Betawi (Jakarta), dan disana beliau memanfaatkan untuk memperdalam Pencak-Silat, akhirnya sampai menguasai jurus-jurus seperti:
1886 Pada usia 17 tahun beliau pindah ke Betawi (Jakarta), dan disana beliau memanfaatkan untuk memperdalam Pencak-Silat, akhirnya sampai menguasai jurus-jurus seperti:
8. Betawen
9. Kwitang
10. Monyetan
11. Permainan Toya (Stok spel)
1887 Pada
usia 18 tahun beliau ikut Kontrolir Belanda ke Bengkulu, disana beliau belajar
Pencak-Silat yang mana gerakannya mirip seperti jurus-jurus di daerah Jawa
Barat. Pada pertengahan tahun tersebut beliau ikut Kontrolir Belanda pindah ke
Padang, dan tetap bekerja pada bidang pekerjaan yang sama. Di darah Padang Hulu
dan Padang Hilir, beliau tetap memperdalam pengetahuannya di bidang
Pencak-Silat, dimana gerakannya berbeda bila dibandingkan dengan permainan
Pencak-Silat dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di darah yang
baru ini, Pencak Silat merupakan salah satu permainan kegemaran rakyat dan
merupakan kebudayaan rakyat setempat.
Selanjutnya
beliau berguru kepada seorang pendekar dan guru ilmu kebatinan yang
bernama Datuk Raja
Betua, dari kampung Alai, Kecamatan Pauh, Kota Padang.
Pendekar ini merupakan guru beliau yang pertama kali di daerah Sumatra Barat.
Datuk Raja Betua
mempunyai seorang kakak yang bernama Datuk Penghulu, dan adiknya bernama Datuk
Batua, dimana ketiganya adalah pendekar-pendekar yang termasyur dan dihormati
masyarakat.
1897 Pada
umur 28 tahun beliau jatuh cinta kepada seorang gadis Padang. Puteri dari
seorang ahli kebatinan yang berdasarkan agama Islam (Tasawuf). Untuk mempersunting
gadis ini beliau harus memenuhi bebana, dengan menjawab pertanyaan dari gadis
pujaannya yang berbunyi “SIAPAKAH SESUNGGUHNYA MASDDAN” dan “SIAPAKAH
SESUNGGUHNYA SAYA INI ?” (gadis pujaan itu ?). Karena beliau tidak dapat
menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pikirannya sendiri, maka beliau
berguru kepada seorang ahli Kebatinan yang bernama Nyoman Ida Gempol.
Adalah seorang Punggawa
Besar dari Kerajaan Bali yang di buang Belanda ke Sumatra (Padang),
dan di kenal dengan nama Raja Kenanga Mangga Tengah (Bandingkan dengan nama
Desa Winongo – Madiun – Tengah – Madya).
Kemudiaan
pada tahun yang sama beliau
belajar Pencak-Silat kepada Pendekar Datuk Raja Betua, selama 10 (sepuluh)
dan memperoleh tambahan jurus-jurus dari daerah Padang, yaitu:
1. Bungus (uit de haven van Teluk Bayur)
2. Fort de Kock
3. Alang – Lawas
4. Lintau
5. Alang
6. Simpai
7. Sterlak
Sebagai tanda lulus beliau
mempersembahkan pisungsun
yang berupa Pakaian Hitam komplit.
Selanjutnya, Ilmu Kebatinan yang
diperoleh dari Nyoman
Ide Gempol dipersatukan dengan Pencak-Silat serta Ilmu Kebatinan yang didapat
dari Datuk Raja Betua, dimana oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo
digabungkan menjadi Ilmu dari PERSAUDARAAN “SETIA-HATI” WINONGO MADIUN.
PERkimpoiAN Akhirnya bebana yang
diminta gadis pujaan beliau dapat dijawab, dengan menggunakan ilmu dari
Persaudaraan “Setia-Hati” tersebut diatas. Dengan demikian beliau berhasil
mempersunting gadis Padang, putri dari seorang ahli Tasawuf. Dari perkimpoian
ini, beliau belum berhasil mendapatkan keturunan.
1898 Pada usia 29 tahun, beliau
bersama istrinya pergi ke Aceh, dan bertemu adiknya (Soeradi) yang menjabat
sebagai Kontrolir DKA di Lho Seumawe.
Di daerah
ini beliau mendapatkan jurus::
1.
Jurus
2.
Kucingan
3.
Jurus
Permainan Binja
Pada tahun tersebut, guru beliau
Guru Besar Raja Kenanga Mangga Tengah O.G. Nyoman Ide Gempol diizinkan pulang
ke Bali. Ilmu beliau dapat dinikmati oleh Saudara-saudara “S-H” dengan suatu
motto: “GERAK LAHIR LULUH DENGAN GERAK BATIN” “GERAK BATIN TERCERMIN OLEH
GERAK LAHIR”
1900 Ki Ngabehi Soerodiwirjo kembali
ke Betawi bersama isteri, dan beliau bekerja sebagai Masinis Stoom Wals.
Kemudian Ki Ngabehi Soerodiwirjo bercerai, dimana Ibu Soerodiwirjo kembali ke
Padang, dan beliau pindah ke Bandung. 1903 Beliau kembali ke Surabaya dan
menjabat sebagai Polisi Dienar hingga mencapai pangkat Sersan Mayor. Di
Surabaya beliau dikenal keberaniannya dalam memberantas kejahatan.
Kemudian beliau pindah ke Ujung,
dimana sering terjadi keributan antara beliau dengan pelaut-pelaut asing 1903
Beliau mendirikan Persaudaraan “SADULUR TUNGGAL KECER – LANGEN MARDI HARDJO” pada hari Jum’at Legi 10 Syuoro
1323 H. PERkimpoiAN
KE II 1905 Untuk kedua kalinya beliau melangsungkan perkimpoian dengan Ibu
Sarijati yang saat itu berusia 17 tahun, dan diperoleh putera dari
perkimpoiannya sebanyak
3 (tiga) orang putera dan 2 (dua) orang puteri, dimana semuanya meninggal
sewaktu masih kecil..
1912 Beliau berhinti dari Polisi
Dienar bersamaan dengan meluapnya rasa kebangsaan Indonesia, yang dimulai sejak
tahun 1908. Beliau kemudian pergi ke Tegal dan ikut seorang paman dari almarhum
saudara Apu Suryawinata, yang menjabat sebagai Opzichter Irrigatie.
1914 Beliau kembali lagi ke Surabaya dan bekerja pada D.K.A. Surabaya. Selanjutnya beliau pindah ke Madiun di Magazijn D.K.A. dan menetap di Desa Winongo Madiun.
1917 Persaudaraan “DJOJOGENDOLO CIPTO MULJO” diganti nama menjadi Persaudaraan “SETIA-HATI” Madiun.
1914 Beliau kembali lagi ke Surabaya dan bekerja pada D.K.A. Surabaya. Selanjutnya beliau pindah ke Madiun di Magazijn D.K.A. dan menetap di Desa Winongo Madiun.
1917 Persaudaraan “DJOJOGENDOLO CIPTO MULJO” diganti nama menjadi Persaudaraan “SETIA-HATI” Madiun.
1933 Beliau pensiun dari jabatannya
dan menetap di desa Winongo Madiun.
1944 Beliau memberikan pelajaran yang terakhir di Balong Ponorogo (Saudara Koesni cs dan Soerjatjaroko) Kemudian beliau jatuh sakit dan akhirnya wafat pada hari Jum’at Legi 10 November 1944 jam 14:00 (Bulan Selo tanggal 24 tahun 1364 H), di rumah kediaman beliau di Winongo. Dimakamkan di Pesarean Winongo dengan Kijing batu nisan granit, serta dikelilingi bunga melati. “SEMOGA ARWAH BELIAU DITERIMA DISISI TUHAN YANG MAHA ESA” Sehabis pemakaman dibacakan ayat Suci Al Qur’an oleh Bapak Naib Jiwan untuk memenuhi pesan terakhir Ki Ngabehi Soerodiwirjo sebelum wafat dan diambilkan ayat “Lailatul Qadar” (Temurunnya Wahyu Illahi)
1944 Beliau memberikan pelajaran yang terakhir di Balong Ponorogo (Saudara Koesni cs dan Soerjatjaroko) Kemudian beliau jatuh sakit dan akhirnya wafat pada hari Jum’at Legi 10 November 1944 jam 14:00 (Bulan Selo tanggal 24 tahun 1364 H), di rumah kediaman beliau di Winongo. Dimakamkan di Pesarean Winongo dengan Kijing batu nisan granit, serta dikelilingi bunga melati. “SEMOGA ARWAH BELIAU DITERIMA DISISI TUHAN YANG MAHA ESA” Sehabis pemakaman dibacakan ayat Suci Al Qur’an oleh Bapak Naib Jiwan untuk memenuhi pesan terakhir Ki Ngabehi Soerodiwirjo sebelum wafat dan diambilkan ayat “Lailatul Qadar” (Temurunnya Wahyu Illahi)
CATATAN:
ada
wahyu yang loncat dan akan temurun pada waktunya.
PESAN BELIAU SEBELUM WAFAT ADALAH:
PESAN BELIAU SEBELUM WAFAT ADALAH:
1. Jika saya
sudah pulang ke Rachmatullah supaya saudara-saudara “Setia-Hati” tetap bersatu
hati, tetap rukun lahir bathin.
2. Jika saya
meninggal dunia harap saudara-saudara “S-H” memberi maaf kepada saya dengan
tulus-iklas. Saya titip ibunda Nyi Soerodiwirjo selama masih di dunia fana ini.
Surat Yasin
ayat 1 : Yasien Yasien “Allah saja yang mengetahui maksudnya”
Surat Yasin ayat 58: Salaamun Qaulam mir Rabir-Rahiem “Selamat Sejahtera itulah seruan Allah Yang Maha Pengasih”.
Surat Yasin ayat 58: Salaamun Qaulam mir Rabir-Rahiem “Selamat Sejahtera itulah seruan Allah Yang Maha Pengasih”.
Sejarah
PSHT 1922
Ada beberapa versi sejarah pendirian PSHT
(persaudaraan setia hati terate),ada yang tertulis tahun 1922,tahun 1948,bahkan
tahun 1951, konggres pertama SH TERATE pun tidak begitu jelas,ada sumber yang
mengatakan tahun 1948,ada juga sumber yang mengatakan 1952.
PSHT pertama
kali didirikan oleh Ki hadjar Hardjo Utomo,namun namanya kala itu adalah SH
PSC. Sebenarnya waktu itu( ditahun 1922) Ki ngabehi suro Diwiryo tidak
mengijinkan beliau untuk mendirikan SH PSC,namun ki hadjar hardjo utomo tetap
nekad mendirikan SH PSC
Kenapa ki Ngabehi Suro Diwiryo Tidak mengijinkan,ini
dikarenakan adanya perbedaan ideologi antara Khi ngabehi Suro Diwiryo dengan ki
hadjar hardjo utomo.
MENURUT
PANDANGAN:
1.Ki Ngabehi Suro Diwiryo
... SH bkn
tempat wadah perjuangan bangsa untuk pencapaian kmerdekaan,ttpi perkumpulan
pencak silat &tdk mmbdakn SARA.
2.Hardjo Oetomo:
-SH adl
sarana menggalang persatuan and alat prjuangn pncapaian merdeka.
.:Karena perbedaan tsb Hardjo Utomo mundur dr SH dan ijin kpd Eyang Suro utk mndirikan SH MUDA,tapi oleh Eyang Suro tidak diberi jawaban alias tidak direstui.Karena Eyang Suro mengtahui bhw di Pilangbango diadakn ltihan pencak silat,maka SH MUDA dicap oleh Eyang Suro sbg SH MERAH/SH KOMUNIS, SHM bersiasat mngbh nma mnjdi SH Pencak Sport Club(brgulir thn 1922).
.:Karena perbedaan tsb Hardjo Utomo mundur dr SH dan ijin kpd Eyang Suro utk mndirikan SH MUDA,tapi oleh Eyang Suro tidak diberi jawaban alias tidak direstui.Karena Eyang Suro mengtahui bhw di Pilangbango diadakn ltihan pencak silat,maka SH MUDA dicap oleh Eyang Suro sbg SH MERAH/SH KOMUNIS, SHM bersiasat mngbh nma mnjdi SH Pencak Sport Club(brgulir thn 1922).
Masalah terjadi dgn Belanda krn kt “PENCAK”
tsb,akhirnya brgnti lagi mnjdi SH SPORT CLUB.
Seiring dengan perkembangan,maka lama lama SH Sport
Club mengalami kepunahan.
Ditahun 1951,Bpk.Santoso Kartoatmodjo dan Bpk.Soetomo
Mangkoedjojo yang merupakan murid dari Ki hadjar Hardjo Utomo mengkoordinasikan
kembali saudara saudara sepuh SH PSC untuk membentuk perguruan baru yang
bernama PSHT(Persaudaraan Setia Hati Terate).
Dalam pembentukan PSHT tersebut disusunlah
kepengurusan PSHT sebaga berikut :
Ketua Umum : Bpk.Soetomo Mangkoedjojo
Sekretaris : Bpk. R.Soemadji
Bendahara : Bpk.R.Bambang Soedarsono
Dewan Pelatih : Bpk. Santoso Kartoatmodjo (KETUA)
Bpk. Mochamad Irsad
Bpk. Harsono
Bpk. Hardjo Pramudjo
Bpk. Badini
Bpk. Oemar Karsono
Sekretaris : Bpk. R.Soemadji
Bendahara : Bpk.R.Bambang Soedarsono
Dewan Pelatih : Bpk. Santoso Kartoatmodjo (KETUA)
Bpk. Mochamad Irsad
Bpk. Harsono
Bpk. Hardjo Pramudjo
Bpk. Badini
Bpk. Oemar Karsono
Ditahun 1964
di Pusat Setia Hati Terate terjadi lagi ‘ ke-vaccum-an kepengurusan’ dengan
banyaknya para pengurusnya yang tidak bisa aktif, bahkan banyak yang terpaksa
harus mengundurkan diri karena alasan ‘pengaruh politik’ yang baru memanas
waktu itu ( biarpun didalam persaudaraan sudah di ikrarkan dengan bulat bahwa
persaudaraan yang kekal dan abadi adalah yang utama dengan tidak membeda-bedakan
dan mempersoalkan agama, ras keturunan dan politik yang di anut masing-masing
warganya ).
Puncaknya adalah tahun 1965 s/d 1966,dimana waktu itu banyak pinisepuh PSHT yang terlibat dengan partai terlarang.
Puncaknya adalah tahun 1965 s/d 1966,dimana waktu itu banyak pinisepuh PSHT yang terlibat dengan partai terlarang.
Dalam
perkembangannya PSHT mengalami kemajuan pesat pada era Imam Soepangat,di era
beliau organisasi PSHT banyak mengalami reformasi. disatu sisi perkembangan
sangat pesat,karena penerimaan anggota sangat mudah dan pengangkatan menjadi
warga PSHT tidak begitu berat,sehingga anggota PSHT menjadi sangat banyak,namun
sangat disayangkan mulai kepemimpinan Imam Soepangat PSHT mulai sering terjadi
kericuhan dengan organisasi silat lain. diantaranya adalah PSHW Tunas
Muda,bahkan di era tahun setelah orde reformasi,PSHT sering bermasalah dengan
perguruan silat diluar rumpun SH,diantaranya IKSPI,PAGAR NUSA, JUJITSU,CEMPAKA
PUTIH dll.ini dikarenakan adanya ambisi PSHT untuk menguasai perguruan
perguruan silat yang lain..Bahkan akhir akhir inipun PSHT bermasalah dengan
ormas islam yaitu BANSER(N.U).inilah yang sangat dikuatirkan,jika hal ini akan
dibiarkan terus menerus akan merusak citra atau nama baik SH (setia-hati).
Setia
Hati Organisasi 1932
Sebagai organisasi berdiri pada
tanggal 22 Mei 1932 di Semarang, Jawa Tengah, dengan nama Setia Hati yang
merupakan perwujudan ikrar bersama sejumlah khadang SH dari Semarang, Magelang,
Solo, Yogyakarta dan lain-lain, atas prakarsa saudara tua SH Munandar Harjowiyoto
dari Ngambe, Ngawi, Jawa Timur. Karena terdiri dari sejumlah kadhang SH, maka
disebut dengan nama Setia Hati Organisasi (SHO), yaitu orang-orang SH yang
berorganisasi. Hadir pada waktu itu 50 saudara SH dan utusan-utusan, antara
lain Suwignyo, Sukandar, Sumitro, Kasah, Karsiman, Suripno, Sutardi, Hartadi,
Sayuti Melok (R Sudarso Wirokusumo, 1979 : Stensilan). Karena Ki Ngabei
Surodiwiryo tidak dapat hadir dalam undangan tersebut, maka dipilihlah Munandar
Harjowiyoto sebagai ketua Mental Spiritual ke-SH-an, tetapi jalan sejarah
menjadi lain, ia terpaksa meninggalkan Semarang (kedudukan Pengurus Besar SHO
di tahun 1933) untuk merawat ibunya yang sudah tua dan baru ditinggal wafat
suami.
Persaudaraan Setia Hati (SHO)
didirikan pada waktu benih kebangsaan (nasionalisme Indonesia) mulai tersebar
luas dan diresapi oleh rakyat Indonesia, meskipun tidak disenangi oleh
kolonialis Belanda. Kegiatan partai-partai yang mencita-citakan kemerdekaan
sangat dibatasi bahkan dilarang. Tokoh-tokoh pergerakan yang dianggap
membahayakan kekuasaan Belanda di Indonesia, banyak yang di tangkap dan
dipenjarakan (dibuang) ke Digul, Irian Barat. Akan tetapi, kaum nasionalis
Indonesia tetap berjuang dan bergerak terus-menerus dengan berbagai cara,
illegal maupun legal untuk mempersiapkan rakat memasuki fase perjuangan
kemerdekaan dengan segala konsekwensinya.
Jikalau parta-partai politik yang
terang-terangan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dilarang, maka dicarilah
bentuk-bentuk organisasi yang lebih lunak yang tidak dilarang oleh pemerintah
kolonialis Belanda, yang tetap dapat memelihara dan makin menyalakan api
kemerdekaan yang terdapat di hati rakyat, meskipun secara terselubung. SHO
merupakan salah satu bentuk organisasi perjuangan tersebut, suatu organisasi
olah raga dan persaudaraan yang masih tidak dilarang, dengan mempunyai Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang tidak berbau politik.
Sebenarnya para pendiri SHO waktu
itu, dari hati sanubari mereka bergolak cita-cita politik dan menginginkan
kemerdekaan tanah air dan bangsanya. Panca Dharma dan kalimat-kalimat serta
rumusan-rumusan yang tercantum dalam Anggaran Dasar SHO dengan rapi dan lihai
membungkus cita-cita kemerdekaan nasional bangsa Indonesia, sekaligus merintis
character dan nation building secara samar (di mata pemerintah kolonial
Belanda), akan tetapi jelas dan tegas dihati kaum nasionalis Indonesia.
Karena perjuangan tidak dapat
diketahui atau diramalkan kapan akan selesai, maka dituntut keberanian
berkorban, keberanian menderita dan kalau perlu juga keberanian bertempur
mati-matian, maka warga SHO digembleng lahir bathinnya dan diperlengkapi dengan
senjata pencak SH yang tangguh. Bahwa dalam setiap perjuangan diperlukan
persatuan yang kokoh dan kuat, maka SHO berusaha untuk dapat menjadi wadah dan
esuh persaudaraan di antara para anggotanya, sehingga jiwa persatuan dan rasa
bersaudara terjelma akrab. Kiranya tidak tanpa maksud, jikalau para anggota SHO
saling memperlakukan diri mereka sebagai broeders dan mungkin juga sebagai
wapen broeders yang terikan erat oleh sumpah mereka masing-masing pada waktu
memasuki Persaudaraan Setia Hati, apabila pihak Belanda dapat mencium maksud
dan tujuan organisasi-organisasi perjuangan terselubung, semacam SHO waktu itu,
maka pastilah SHO tidak akan panjang umurnya. Oleh karena itu, maka untuk masuk
dalam Persaudaraan Setia Hati diperlakukan semacam penyaringan yang ketat
melalui sistem kandidat yang berat dan lama, sebelum orang tersebut dapat
diterima menjadi saudara. Rasa anti penjajahan walaupun tidak diindoktrinasikan,
menjiwai para warga SHO. Perjuangan politik secara gerilya yang ditujukan
kepada pemerintah kolonial Belanda menjadi pengetahuan umum dan disadari akan
bahayanya dikalangan SHO, maka kerahasiaan cita-cita SHO yang sebenarnya harus
dijaga dengan penuh kewaspadaan dan kesetiaan. Gerak langkah, perilaku dan budi
pekerti tiap warga SHO dapat menjadi jaminan bahwa SHO akan berhasil ikut
mengantarkan bangsanya memasuki fase perjuangan kemerdekaan yang dicita-citakan
oleh patriot Indonesia.
Sementara itu, permintaan untuk
dapat diterima menjadi saudara SH di luar Semarang terus bertambah, antara lain
di Mataram Yogyakarta. Juni 1936 di Magelang, Jawa Tengah, diadakan Leiders
Conferentie untuk memurnikan kembali jurus-jurus SH yang mengalami penyimpangan
dari aslinya. Tahun 1938 atas hasil musyawarah di Semarang, Pengurus Besar SHO
dipindahkan ke Yogyakarta dan Alip Purwowarso dipilih sebagai Ketua.
Sesudah bangsa Indonesia benar-benar
memasuki fase perjuangan fisik dalam revolusi kemerdekaan, akibat proklamasi 17
Agustus 1945, maka kerahasiaan perjuangan SHO tidak penting lagi. Suatu fase
baru dalam taktik perjuangan, merebut dan mempertahankan proklamasi
kemerdekaan, telah pecah menjadi clash bersenjata secara terbuka, para warga
SHO menjadilah pejuang-pejuang kemerdekaan, mendharmabhaktikan diri di segala
medan perjuangan menurut bakat dan kemampuan masing-masing.
Sesudah rakyat Indonesia mempunyai
pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat, membangun negara Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila, perjuangan nasional menjadi makin berat.
Revolusi yang multi-kompleks ternyata meminta banyak pengorbanan. Di bidang
diplomasi dan militer masih memerlukan waktu bertahun-tahun. Para warga SHO,
seperti para warga Indonesia lainnya yang mencintai kemerdekaan dan yang
berjuang untuk kelestarian negara Republik Indonesia, juga mengalami ujian dan
tantangan yang sama, merasakan suka dukanya perjuangan di berbagai bidang. Yang
selamat berhasil melihat Republik Indonesia menjadi negara yang merdeka dan
berdaulat, yang kemudian diakui oleh seluruh dunia. Yang kurang beruntung,
gugur dalam membela cita-citanya sebagai pahlawan ataupun pejuang yang tak
dikenal namanya, menghias Ibu Pertiwi. Sebagian lagi yang terlibat dalam
perjuangan di medan pertempuran menghadapi musuh-musuh, dengan senjata seadanya
(tombak, keris, atau bahkan hanya dengan bambu runcing), mengajarkan pencak SH
kepada teman-teman seperjuangan yang bukan warga SHO, melanggar sumpah SH-nya
demi kepentingan nasional yang dinilai berada di atas segala-galanya (seperti
yang diajarkan juga oleh SHO).
Pada tanggal 18 Mei 1948 di Solo,
terbentuklah organisasi nasional pencak silat bernama Ikatan Pencak Silat
Indonesia (IPSI), melibatkan saudara-saudara SH sebagai pelopor berdirinya IPSI
bersama 15 orang tokoh-tokoh pencak silat yang antara lain dari aliran
Minangkabau (Sumatra Barat) diwakili oleh Datuk Ahmad Madjoindo, aliran Sunda
(Jawa Barat) diwakili oleh Surya Atmaja dan sisanya saudara-saudara SH antara
lain Munandar Hardjowiyoto, Rahmad Suronagoro, R Mariyun Sudirohadiprojo dan
lain-lain serta Mr Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K (Depdikbud).
Dalam konggres SHO ke-10 di
Semarang, tahun 1954, Munandar Harjowiyoto dipilih sebagai Ketua Umum dan oleh
konggres ditetapkan sebagai lambing, meskipun pada mulanya menolak, pada
akhirnya diterima. Sesudah Munandar Harjowiyoto menjadi Ketua Umum, cara anname
atau keceran diubah, maju selangkah, yaitu penjelasan sebelum dikecer boleh
dikatakan bersifat umum atau terbuka (sebelumnya hanya didengar oleh calon
saudara baru dan saksi) dengan mengundang beberapa tokoh masyarakat dan
undangan lainnya. Tanpa orientasi kepada masyarakat luas yang serba majemuk,
kiranya tidak akan memperlancar tujuan SHO yang amat luhur dan mulia untuk
diketahui bahwa ajaran atau falsafah SH bukanlah suatu ajaran ilmu klenik, akan
tetapi suatu upaya pendidikan dalam membentuk manusia utuh yang berbudi pekerti
luhur.
Kemudian pada tahun 1972, pada
konggres ke-13 di Yogyakarta, menetapkan keputusan dengan kesepakatan bahwa
nama SHO berubah menjadi Persaudaraan Setia Hati. Perubahan nama tersebut
merupakan pernyataan Ketua Umum Konggres, Munandar Harjowiyoto yang menyatakan
bahwa para khadang Persaudaraan SHO tidak lagi mengenal garis pemisah antara
para khadang serumpun SH dan persaudaraan SHO menjadilah SH saja tanpa O
(organisasi), kembali ke sumber. Pertimbangan yang diambil oleh Mubes adalah
karena adanya Pengurus Besar, Pengurus Daerah dan Anggaran Dasar / Anggaran
Rumah Tangga, sudah cukup jelas menandakan adanya organisasi. Sekaligus untuk
meyakinkan para rumpun SH lainnya, khususnya para khadang SH Winongo, bahwa SHO
telah menghapus atau mencabut adanya garis pemisah yang tajam antara SHO dan SH
Winongo dan lainnya.
Tanggal 27 Januar 1979,
Munandar Harjowiyoto meninggal dunia
dan dimakamkan di Ngambe, Ngawi, Jawa Timur. Almarhum Munandar Harjowiyoto
meninggalkan pesannya yang juga pesan para leluhur bangsa Indonesia, yang telah
sering didengar yaitu, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut
wuri handayani. Ini berarti bahwa seorang khadang SH yang mendapat kepercayaan
harus berikhtiar sekuat tenaga agar memberikan contoh yang baik.
Persaudaraan Setia Hati Winongo
Persaudaraan
Setia Hati Winongo Tunas Muda merupakan SH yang dikoordinasikan oleh
Bpk.RDH.Soewarno pada tahun 1965,beliau merupakan salah satu warga dari Persaudaraan
Setia Hati Winongo(panti),yang ingin melestarikan ajaran Setia Hati,dikarenakan
pada waktu itu(tahun 1964) SH Winongo mengalami kemunduran yang dikarenakan
kurangnya penerimaan saudara,serta saudara saudara yang lain sudah banyak yang
sepuh dan meninggal.
Beliau
menekankan beberapa ajaran SH yang merupakan peninggalan eyang suro
ini,diantaranya adalah Bela Negara, mengolah raga dan batin untuk mencapai
keluhuran budi guna mendapatkan kesempurnaan hidup,kebahagiaan dan
kesejahteraan lahir dan bathin di dunia dan di akhirat,dengan jalan mengajarkan
SILAT ( PENCAK SILAT ) sebagai olah raga atas dasar jiwa yang sehat terdapat
pada tubuh yang sehat pula,yaitu dengan meninggalkan semua yang menjadi
larangan-larangan tuhan,dan melaksanakan semua perintah-perintahnya ( MENS SANA
IN CORPORE SANO-AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR ).
Di awal
masa pendiriannya Dengan serentak gerakan ini mendapat perhatian yang
besar dari para pemuda dan dukungan yang kuat dari masyarakat, yang akhirnya
berdaya guna untuk membantu HANKAM, serta ikut Memayu Hayuning Bawono (
memelihara dan membangun keselamatn Negara / Dunia ), membantu Negara /
Pemerintah dalam bidang ketertiban dan keamanan.
Dengan
meningkatkan latihan jasmani ( pencak-silat ) dan latiahn rokhani (iman dan
taqwa kepada Tuhan), maka dapat diharapkan para pemuda kita sebagai generasi
penerus akan menjadi kader bangsa yang militant yang sangat berguna bagi
kepentingan Negara dan bangsa.
Latihan berarti juga membiasakan,
kebiasaan inilah dapat disebut sebagai takdir yang kedua ( het gewoonte
is de tweed natuur ). Kalau kita membiasakan baik, Tuhan akan menakdirkan kita
baik. Memang segala permulaan itu adalah sukar ( alle begin is moeilijk )
terutama jalan yang menuju kepada kebaikan – kebaikan Syurga tentu banyak
sekali rintangan – rintanganya, sebaliknya jalan yang menuju kepada kejahatan,
kaemaksiatan, Neraka selalu terhias dengan bunga – bungaan yang serba indah dan
harum ( de weg naar de hell is met bloemen geplafeit ). Oleh karena itu harus
ditanamkan juga kepada para pemuda kita yaitu cinta kasih dan kasih saying.
Sesama manusia harus dicintai sebagaimana mencintai pada diri sendiri ( heb uw
naasten lief gelijik u zelven ) atau falsafah agama Hindu yang mengajarkan
kesosialan yang tanpa batas yang berbunyi : TAT TWAM ASI ( ia adalah
kamu ). Kalau di cubit merasa sakit jangan mencubit orang lain atau dalam
bahasa jawanya adalah : KEMBANG TEPUS KAKI (yen dijiwit kroso loro ojo
njiwit liyan ).
Bagi
Tuhan semua manusia itu sama, yang berlainan hanya taqwanya kepada Tuhan dan
yang lebih taqwa itulah yang akan banyak mendapat keridhaan Tuhan.
Ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa wajib direalisasikan dengan amalyah, ibadah dan
karya nyata dalam pembangunan. Membangun manusia Indonesia seutuhnya
berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Maka wajib bagi setiap
manusia Pancasilais yang membangun Indonesia ini meresapi, menghayati dan
mengamalkan ketaqwaan dalam arti yang sebenarnya. Dalam perkembangan dunia ini.
Tuhan senantiasa menjadikan waktu – waktu pada saat – saat yang bersejarah
sejak zaman purba sampai akhir zaman. Sejarah itu merupakan guru dan suri
tauladan bagi orang yang suka mengambil pelajaran dari padanya.
Kita
ini khususnya para generasi muda sebagai generasi penerus harus pandai
mangambil hikmah dari peristiwa bersejarah untuk dijadikan suri tauladan dalam
berbuat dan bertindak.
Kepada
para Tunas Muda “ S-H “, diajarkan pelajaran Pencak Silat yang berasal dari
para pendekar terkenal ( sembilan orang pendekar ) dan yang terakhir dari Bapak
Ki Ngabehi Soerodwirjo, Saudara Tertua dalam Persaudaraan “ SETIA – HATI “
Winongo (sebagaimana yang telah terurai pada Lampiran – Lampiran diatas).
Dengan
metode yang demikian ini, maka seluruh pelajaran dengan mudah diserap oleh para
Tunas – Tunas Muda Kita yang dapat berhasil dengan sukses.
Kita
selalu berpedoman :
A.
A sense of purpose and direction ( rasa tujuan dan tanggung jawab seorang
Pemimpin yang mempunyai cita – cita )
B.
Integriteit ( rasa setia Saudara )
Salah
satu ikatan yang penting yang menghubungkan seorang Pemimpin dengan pengikut –
pengikutnya ialah “ Rasa Percaya “.
Para
pengikut seorang Pemimpin ingin mendapat keyakinan bahwa kepentingan mereka
selalu dipikirkan dan diperjuangkan. Para pengikut ingin diyakinkan bahwa kata
–kata yang diucapkan oleh Pemimpinnya dapat dipercaya dan bahwa mereka tidak
usah takut akan ditinggal atau dikhianati dalam waktu menghadapi kesulitan –
kesulitan. Dengan demikian antara yang dipikirkan dan apa yang dilakukan
oleh Pemimpin haruslah ada Harmoni dan Kesatuan.
“
The greate man does not think before hand of his words that they may be greate.
Not of his actions that they may be resolute, he simply speaks and does what is
right “
Kita
selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa segala sesuatu yang
digariskan oleh Pemerintah selalu dapat kita kerjakan / laksanakan dengan
sukses.
PersaudaraaN Setia Hati Panti
Persaudaraan
Setia Hati Winongo atau yang sekarang disebut sebagai "Panti Setia
Hati" merupakan SH yang bertempat dikediaman ki ngabehi suro
diwiryo,tepatnya di Jln.Gajah Mada kelurahan winongo kecamatan manguharjo kota
Madiun.
Menurut pitutur
pini sepuh SH panti,Setia Hati bisa disebut sebagai organisasi yang lengkap.
Mengajarkan bagaimana cara keluar dari permasalahan hidup, dengan menggabungkan
kebutuhan jasmani dan rohani. Dua kebutuhan itu lalu dilebur dalam gerak indah
untuk pertahanan diri, yang akhirnya diberi nama pencak silat. Pencak silat
dalam arti untuk pertahanan lahir batin, bukan untuk gubrak-gabruk adu fisik.
Adalah Ki
Ngabehi Surodiwiryo yang punya inisiatif untuk melahirkan ajaran Setia Hati. Di
Jl Gajah Mada No 41, Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun,
ajaran ini mulai diperkenalkan oleh pria flamboyan yang akrab disapa Eyang Suro
itu pada khalayak pada tahun 1903.
Filosofi dasar
ajaran Setia Hati sebenarnya sangat luhur dan manusiawi. ”Setia Hati memiliki
makna setia menuruti kehendak hati yang luhur untuk mendekatkan diri pada Tuhan
Yang Maha Esa,” papar Koes Soebakir, pengesuh Setia Hati –atau menurut istilah
SH disebut pengecer.
SH, kata Koes,
memberikan suatu pelajaran untuk mendapatkan keselamatan. Secara teknis,
memberikan pelajaran lahiriah berupa pencak silat dan pelajaran batiniah berupa
upaya sungguh-sungguh untuk mendalami ajaran ke-Tuhan-an.
Lalu dua hal
tersebut dipadukan sehingga melahirkan satu gerak, baik refleks fisik maupun
rasa, sehingga bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi, menghindarkan diri
dari marabahaya, dan dengan begitu seorang warga SH bisa selamat. Dan perpaduan
itulah yang disebut sebagai pencak silat, buah dari kolaborasi jasmani dan
rohani yang luhur.
Pencak silat SH
itu untuk melindungi diri. Untuk mengeluarkan seorang SH dari permasalahan
hidupnya. Bukannya untuk mencari masalah dengan main hajar orang lain. ”Kalau
saja semua SH berpedoman pada pakem yang diajarkan Ki Ngabehi Surodiwiryo,
tidak akan pernah ada insiden. Karena seorang SH sejati pasti akan menghindari
perbuatan yang tidak pantas, seperti mencelakai orang lain,” kata Koes.
SH asli, yang
saat ini lebih dikenal dengan nama SH Panti, tidak pernah merekrut anggota.
Tapi, para pengurus memilih istilah “menghantar” siapa yang berminat untuk
masuk ke dalam SH. Mereka pun cukup selektif untuk memilih calon warga.
”Calon warga SH
harus memenuhi dua syarat. Pertama, benar-benar punya niat kuat untuk
mempelajari SH yang murni. Yang kedua dewasa, dalam artian sudah bisa
membedakan mana yang baik dan buruk atau benar dan salah,” kata Koes.
Beda dengan SH
lainnya, seperti SH Terate dan Tunas Muda --keduanya turunan dari SH Panti—yang
umumnya merekrut calon warga dalam skala massif, di SH Panti sekali masuk
maksimal hanya dua orang. ”Menurut perhitungan ajaran SH tidak boleh lebih dari
dua orang. Ajaran itu murni dari Ki Ngabehi Surodiwiryo,” terang pengecer ke-7
SH Panti itu.
Inilah yang membuat
SH Panti terkesan adem ayem. Pemilihan anggotanya cukup selektif, sehingga
pengajaran benar-benar fokus dan mengena. Menurut Koes Soebakir, seorang SH
Panti dijamin tidak akan melenceng dari ajaran dan tujuh sumpah yang diucapkan
ketika ditahbiskan sebagai seorang SH. ”Kalau melanggar sumpah tidak akan
selamat.”
Juga karena
alasan itulah SH Panti bukan tipikal SH yang suka menggelar unjuk kekuatan
massa. Karena memang bukan itu tujuan SH. Tapi lebih pada pengajaran pada
masing-masing individu SH menjadi pribadi yang matang lahir-batin dan selamat
dunia-akhirat. Ajaran SH untuk individu, bukan untuk kelompok. Dan ajaran SH
hanya diberikan pada warga yang sudah memenuhi syarat dan dikecer, tidak
disebarluaskan secara umum.
Sampai
sekarang, SH masih eksis dengan nama SH Panti. Pusat kegiatannya di rumah yang
pernah ditempati Eyang Suro bersama istrinya, Ny Sariati. Suasana rumah yang
kemudian disebut panti itu memang adem ayem, jauh dari kesan ingar-bingar.
Suasana itu
seperti pencerminan dari kehidupan Ki Ngabehi Surodiwiryo, seorang pekerja di
Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) Madiun pada zaman kolonial Belanda, yang
menjalani hidup bersahaja dan tenang. Tidak mengangkat dagu kendati dia adalah
keturunan darah biru bila ditarik dari garis darah Betoro Katong penguasa
Ponorogo zaman dulu.
Dijalankan
Tiga Badan
Secara
organisasi, SH Panti dijalankan oleh tiga unsur, yaitu Badan Pengesuh atau
Pengikat, Badan Pengasuh, dan Badan Pertimbangan.
Disebut
Pengesuh, berasal dari kata dasar esuh, dalam bahasa Jawa berarti
pengikat lidi. Pengesuh bisa diartikan sebagai pemersatu yang bertanggung jawab
terhadap SH. Yang bisa menjadi seorang pengesuh harus warga tingkat tiga,
seperti Koes Soebakir. Dari Badan Pengesuh inilah akan diangkat juru kecer,
yang akan mengesahkan seseorang sebagai warga SH.
Sedangkan Badan Pengasuh bertanggung jawab atas rumah tangga SH. Yang mengemban peran ini tidak harus tingkat tiga layaknya Pengesuh. Tugasnya sebagai pelaksana upacara kecer, Suran, atau silaturahim.
Sedangkan Badan Pengasuh bertanggung jawab atas rumah tangga SH. Yang mengemban peran ini tidak harus tingkat tiga layaknya Pengesuh. Tugasnya sebagai pelaksana upacara kecer, Suran, atau silaturahim.
Badan Pertimbangan
bertugas memberikan pertimbangan, referensi, dan bagaimana keputusan yang akan
diambil oleh organisasi. ”Tapi bukan berarti mendominasi badan pengesuh maupun
pengasuh,” Koes menjelaskan.
Adapun susunan
juru kecer Persaudaraan setia hati winongo(panti) adalah sbb :
Ki Ngabehi Surodiwiryo (1903-1944)
Koesnandar (1944-1947/Bupati Madin kala itu)
Kolonel Singgih Gubernur Akademi Militer Nasional Magelang (1947-1957)
Hadi Subroto (1957-1977)
Karyadi (1957-1977)
Soemakto (1978-1998)
Koes Soebakir (1998-Sekarang)
Ki Ngabehi Surodiwiryo (1903-1944)
Koesnandar (1944-1947/Bupati Madin kala itu)
Kolonel Singgih Gubernur Akademi Militer Nasional Magelang (1947-1957)
Hadi Subroto (1957-1977)
Karyadi (1957-1977)
Soemakto (1978-1998)
Koes Soebakir (1998-Sekarang)