Senin, 08 Juni 2015

Image result for ki ngabehi suro diwiryo




RIWAYAT KI NGABEHI SURO DIWIRYO

1869 Ki Ngabehi Soerodiwirjo (nama kecilnya Masdan) lahir pada hari Sabtu Pahing. Beliau merupakan keturunan dari Bupati Gresik-Surabaya. Ayahnya bernama Ki Ngabehi Soeromiharjo sebagai Mantri Cacar Ngimbang (Lamongan) yang mempunya 5 (lima) putera yaitu:

1. Ki Ngabehi Soerodiwirjo (Masdan)

2. Noto (Gunari), di Surabaya

3. Adi (Soeradi), di Aceh

4. Wongsoharjo, di Madiun

5. Kartodiwirjo, di Jombang

Saudara laki-laki dari ayahnya bernama R.A.A. Koesoemodinoto menjabat sebagai Bupati Kediri. Seluruh keluarga ini adalah keturunan dari Batoro Katong di Ponorogo, Putra Prabu Brawijaya Majahapit. 1883 Pada saat itu tersebut Ki Ngabehi Soerodiwirjo lulus sekolah rakyat 5 tahun (umur 14 tahun). Selanjutnya beliau ikut Üwonya”Mas Ngabehi Soeromiprojo, yang menjabat sebagai Wedono Wonokromo, kemudian pindah dan menjabat lagi sebagai Wedono Sedayu-Lawas, Surabaya.

1884 Pada tahun tersebut beliau telah berumur 15 tahun dan magang menjadi Juru Tulis op het Kantoor van de Controleur van Jombang. Sambil belajar mengaji beliau belajar Pencak-Silat yang meupakan dasar dari kegemaran beliau untuk memperdalam Pencak-Silat dimasa-masa berikutnya.

1885 Pada tahun berikutnya, dimana usia beliau telah menginjak 16 tahun, beliau magang di kantor Kontrolir Bandung, dan dari sini beliau belajar Pencak-Silat dari Pendekar-pendekar Prinangan, sehingga didapatlah jurus-jurs seperti:

1.   Cimande

2.   Cikalong

3.   Cipetir

4.   Cibeduyut

5.   Cimelaya

6.   Ciampas

7.   Sumedangan
1886 Pada usia 17 tahun beliau pindah ke Betawi (Jakarta), dan disana beliau memanfaatkan untuk memperdalam Pencak-Silat, akhirnya sampai menguasai jurus-jurus seperti:

8.    Betawen

9.   Kwitang

10.  Monyetan

11.  Permainan Toya (Stok spel)

1887 Pada usia 18 tahun beliau ikut Kontrolir Belanda ke Bengkulu, disana beliau belajar Pencak-Silat yang mana gerakannya mirip seperti jurus-jurus di daerah Jawa Barat. Pada pertengahan tahun tersebut beliau ikut Kontrolir Belanda pindah ke Padang, dan tetap bekerja pada bidang pekerjaan yang sama. Di darah Padang Hulu dan Padang Hilir, beliau tetap memperdalam pengetahuannya di bidang Pencak-Silat, dimana gerakannya berbeda bila dibandingkan dengan permainan Pencak-Silat dari daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di darah yang baru ini, Pencak Silat merupakan salah satu permainan kegemaran rakyat dan merupakan kebudayaan rakyat setempat.

Selanjutnya beliau berguru kepada seorang pendekar dan guru ilmu kebatinan yang bernama Datuk Raja Betua, dari kampung Alai, Kecamatan Pauh, Kota Padang. Pendekar ini merupakan guru beliau yang pertama kali di daerah Sumatra Barat. Datuk Raja Betua mempunyai seorang kakak yang bernama Datuk Penghulu, dan adiknya bernama Datuk Batua, dimana ketiganya adalah pendekar-pendekar yang termasyur dan dihormati masyarakat.

1897 Pada umur 28 tahun beliau jatuh cinta kepada seorang gadis Padang. Puteri dari seorang ahli kebatinan yang berdasarkan agama Islam (Tasawuf). Untuk mempersunting gadis ini beliau harus memenuhi bebana, dengan menjawab pertanyaan dari gadis pujaannya yang berbunyi “SIAPAKAH SESUNGGUHNYA MASDDAN” dan “SIAPAKAH SESUNGGUHNYA SAYA INI ?” (gadis pujaan itu ?). Karena beliau tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pikirannya sendiri, maka beliau berguru kepada seorang ahli Kebatinan yang bernama Nyoman Ida Gempol. Adalah seorang Punggawa Besar dari Kerajaan Bali yang di buang Belanda ke Sumatra (Padang), dan di kenal dengan nama Raja Kenanga Mangga Tengah (Bandingkan dengan nama Desa Winongo – Madiun – Tengah – Madya).

Kemudiaan pada tahun yang sama beliau belajar Pencak-Silat kepada Pendekar Datuk Raja Betua, selama 10 (sepuluh) dan memperoleh tambahan jurus-jurus dari daerah Padang, yaitu:

1.   Bungus (uit de haven van Teluk Bayur)

2.   Fort de Kock

3.   Alang – Lawas

4.    Lintau

5.   Alang

6.   Simpai

7.   Sterlak

Sebagai tanda lulus beliau mempersembahkan pisungsun yang berupa Pakaian Hitam komplit.

Selanjutnya, Ilmu Kebatinan yang diperoleh dari Nyoman Ide Gempol dipersatukan dengan Pencak-Silat serta Ilmu Kebatinan yang didapat dari Datuk Raja Betua, dimana oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo digabungkan menjadi Ilmu dari PERSAUDARAAN “SETIA-HATI” WINONGO MADIUN.

PERkimpoiAN Akhirnya bebana yang diminta gadis pujaan beliau dapat dijawab, dengan menggunakan ilmu dari Persaudaraan “Setia-Hati” tersebut diatas. Dengan demikian beliau berhasil mempersunting gadis Padang, putri dari seorang ahli Tasawuf. Dari perkimpoian ini, beliau belum berhasil mendapatkan keturunan.

1898 Pada usia 29 tahun, beliau bersama istrinya pergi ke Aceh, dan bertemu adiknya (Soeradi) yang menjabat sebagai Kontrolir DKA di Lho Seumawe.

Di daerah ini beliau mendapatkan jurus::

1.      Jurus

2.      Kucingan

3.      Jurus Permainan Binja

Pada tahun tersebut, guru beliau Guru Besar Raja Kenanga Mangga Tengah O.G. Nyoman Ide Gempol diizinkan pulang ke Bali. Ilmu beliau dapat dinikmati oleh Saudara-saudara “S-H” dengan suatu motto: “GERAK LAHIR LULUH DENGAN GERAK BATIN” “GERAK BATIN TERCERMIN OLEH GERAK LAHIR”

1900 Ki Ngabehi Soerodiwirjo kembali ke Betawi bersama isteri, dan beliau bekerja sebagai Masinis Stoom Wals. Kemudian Ki Ngabehi Soerodiwirjo bercerai, dimana Ibu Soerodiwirjo kembali ke Padang, dan beliau pindah ke Bandung. 1903 Beliau kembali ke Surabaya dan menjabat sebagai Polisi Dienar hingga mencapai pangkat Sersan Mayor. Di Surabaya beliau dikenal keberaniannya dalam memberantas kejahatan.

Kemudian beliau pindah ke Ujung, dimana sering terjadi keributan antara beliau dengan pelaut-pelaut asing 1903 Beliau mendirikan Persaudaraan “SADULUR TUNGGAL KECER – LANGEN MARDI HARDJO” pada hari Jum’at Legi 10 Syuoro 1323 H. PERkimpoiAN KE II 1905 Untuk kedua kalinya beliau melangsungkan perkimpoian dengan Ibu Sarijati yang saat itu berusia 17 tahun, dan diperoleh putera dari perkimpoiannya sebanyak 3 (tiga) orang putera dan 2 (dua) orang puteri, dimana semuanya meninggal sewaktu masih kecil..

1912 Beliau berhinti dari Polisi Dienar bersamaan dengan meluapnya rasa kebangsaan Indonesia, yang dimulai sejak tahun 1908. Beliau kemudian pergi ke Tegal dan ikut seorang paman dari almarhum saudara Apu Suryawinata, yang menjabat sebagai Opzichter Irrigatie.
1914 Beliau kembali lagi ke Surabaya dan bekerja pada D.K.A. Surabaya. Selanjutnya beliau pindah ke Madiun di Magazijn D.K.A. dan menetap di Desa Winongo Madiun.
1917 Persaudaraan “DJOJOGENDOLO CIPTO MULJO” diganti nama menjadi Persaudaraan “SETIA-HATI” Madiun.

1933 Beliau pensiun dari jabatannya dan menetap di desa Winongo Madiun.
1944 Beliau memberikan pelajaran yang terakhir di Balong Ponorogo (Saudara Koesni cs dan Soerjatjaroko) Kemudian beliau jatuh sakit dan akhirnya wafat pada hari Jum’at Legi 10 November 1944 jam 14:00 (Bulan Selo tanggal 24 tahun 1364 H), di rumah kediaman beliau di Winongo. Dimakamkan di Pesarean Winongo dengan Kijing batu nisan granit, serta dikelilingi bunga melati. “SEMOGA ARWAH BELIAU DITERIMA DISISI TUHAN YANG MAHA ESA” Sehabis pemakaman dibacakan ayat Suci Al Qur’an oleh Bapak Naib Jiwan untuk memenuhi pesan terakhir Ki Ngabehi Soerodiwirjo sebelum wafat dan diambilkan ayat “Lailatul Qadar” (Temurunnya Wahyu Illahi)


CATATAN:

ada wahyu yang loncat dan akan temurun pada waktunya.
PESAN BELIAU SEBELUM WAFAT ADALAH:

1. Jika saya sudah pulang ke Rachmatullah supaya saudara-saudara “Setia-Hati” tetap bersatu hati, tetap rukun lahir bathin.

2. Jika saya meninggal dunia harap saudara-saudara “S-H” memberi maaf kepada saya dengan tulus-iklas. Saya titip ibunda Nyi Soerodiwirjo selama masih di dunia fana ini.

Surat Yasin ayat 1 : Yasien Yasien “Allah saja yang mengetahui maksudnya”
Surat Yasin ayat 58: Salaamun Qaulam mir Rabir-Rahiem “Selamat Sejahtera itulah seruan Allah Yang Maha Pengasih”.

Sejarah PSHT 1922


Ada beberapa versi sejarah pendirian PSHT (persaudaraan setia hati terate),ada yang tertulis tahun 1922,tahun 1948,bahkan tahun 1951, konggres pertama SH TERATE pun tidak begitu jelas,ada sumber yang mengatakan tahun 1948,ada juga sumber yang mengatakan 1952.

PSHT pertama kali didirikan oleh Ki hadjar Hardjo Utomo,namun namanya kala itu adalah SH PSC. Sebenarnya waktu itu( ditahun 1922) Ki ngabehi suro Diwiryo tidak mengijinkan beliau untuk mendirikan SH PSC,namun ki hadjar hardjo utomo tetap nekad mendirikan SH PSC

Kenapa ki Ngabehi Suro Diwiryo Tidak mengijinkan,ini dikarenakan adanya perbedaan ideologi antara Khi ngabehi Suro Diwiryo dengan ki hadjar hardjo utomo.

MENURUT PANDANGAN:

1.Ki Ngabehi Suro Diwiryo

... SH bkn tempat wadah perjuangan bangsa untuk pencapaian kmerdekaan,ttpi perkumpulan pencak silat &tdk mmbdakn SARA.

2.Hardjo Oetomo:

-SH adl sarana menggalang persatuan and alat prjuangn pncapaian merdeka.
.:Karena perbedaan tsb Hardjo Utomo mundur dr SH dan ijin kpd Eyang Suro utk mndirikan SH MUDA,tapi oleh Eyang Suro tidak diberi jawaban alias tidak direstui.Karena Eyang Suro mengtahui bhw di Pilangbango diadakn ltihan pencak silat,maka SH MUDA dicap oleh Eyang Suro sbg SH MERAH/SH KOMUNIS, SHM bersiasat mngbh nma mnjdi SH Pencak Sport Club(brgulir thn 1922).

Masalah terjadi dgn Belanda krn kt “PENCAK” tsb,akhirnya brgnti lagi mnjdi SH SPORT CLUB.

Seiring dengan perkembangan,maka lama lama SH Sport Club mengalami kepunahan.

Ditahun 1951,Bpk.Santoso Kartoatmodjo dan Bpk.Soetomo Mangkoedjojo yang merupakan murid dari Ki hadjar Hardjo Utomo mengkoordinasikan kembali saudara saudara sepuh SH PSC untuk membentuk perguruan baru yang bernama PSHT(Persaudaraan Setia Hati Terate).

Dalam pembentukan PSHT tersebut disusunlah kepengurusan PSHT sebaga berikut :

Ketua Umum : Bpk.Soetomo Mangkoedjojo
Sekretaris : Bpk. R.Soemadji
Bendahara : Bpk.R.Bambang Soedarsono
Dewan Pelatih : Bpk. Santoso Kartoatmodjo (KETUA)
Bpk. Mochamad Irsad
Bpk. Harsono
Bpk. Hardjo Pramudjo
Bpk. Badini
Bpk. Oemar Karsono

Ditahun 1964 di Pusat Setia Hati Terate terjadi lagi ‘ ke-vaccum-an kepengurusan’ dengan banyaknya para pengurusnya yang tidak bisa aktif, bahkan banyak yang terpaksa harus mengundurkan diri karena alasan ‘pengaruh politik’ yang baru memanas waktu itu ( biarpun didalam persaudaraan sudah di ikrarkan dengan bulat bahwa persaudaraan yang kekal dan abadi adalah yang utama dengan tidak membeda-bedakan dan mempersoalkan agama, ras keturunan dan politik yang di anut masing-masing warganya ).
Puncaknya adalah tahun 1965 s/d 1966,dimana waktu itu banyak pinisepuh PSHT yang terlibat dengan partai terlarang.

Dalam perkembangannya PSHT mengalami kemajuan pesat pada era Imam Soepangat,di era beliau organisasi PSHT banyak mengalami reformasi. disatu sisi perkembangan sangat pesat,karena penerimaan anggota sangat mudah dan pengangkatan menjadi warga PSHT tidak begitu berat,sehingga anggota PSHT menjadi sangat banyak,namun sangat disayangkan mulai kepemimpinan Imam Soepangat PSHT mulai sering terjadi kericuhan dengan organisasi silat lain. diantaranya adalah PSHW Tunas Muda,bahkan di era tahun setelah orde reformasi,PSHT sering bermasalah dengan perguruan silat diluar rumpun SH,diantaranya IKSPI,PAGAR NUSA, JUJITSU,CEMPAKA PUTIH dll.ini dikarenakan adanya ambisi PSHT untuk menguasai perguruan perguruan silat yang lain..Bahkan akhir akhir inipun PSHT bermasalah dengan ormas islam yaitu BANSER(N.U).inilah yang sangat dikuatirkan,jika hal ini akan dibiarkan terus menerus akan merusak citra atau nama baik SH (setia-hati).

Setia Hati Organisasi 1932

Sebagai organisasi berdiri pada tanggal 22 Mei 1932 di Semarang, Jawa Tengah, dengan nama Setia Hati yang merupakan perwujudan ikrar bersama sejumlah khadang SH dari Semarang, Magelang, Solo, Yogyakarta dan lain-lain, atas prakarsa saudara tua SH Munandar Harjowiyoto dari Ngambe, Ngawi, Jawa Timur. Karena terdiri dari sejumlah kadhang SH, maka disebut dengan nama Setia Hati Organisasi (SHO), yaitu orang-orang SH yang berorganisasi. Hadir pada waktu itu 50 saudara SH dan utusan-utusan, antara lain Suwignyo, Sukandar, Sumitro, Kasah, Karsiman, Suripno, Sutardi, Hartadi, Sayuti Melok (R Sudarso Wirokusumo, 1979 : Stensilan). Karena Ki Ngabei Surodiwiryo tidak dapat hadir dalam undangan tersebut, maka dipilihlah Munandar Harjowiyoto sebagai ketua Mental Spiritual ke-SH-an, tetapi jalan sejarah menjadi lain, ia terpaksa meninggalkan Semarang (kedudukan Pengurus Besar SHO di tahun 1933) untuk merawat ibunya yang sudah tua dan baru ditinggal wafat suami.

Persaudaraan Setia Hati (SHO) didirikan pada waktu benih kebangsaan (nasionalisme Indonesia) mulai tersebar luas dan diresapi oleh rakyat Indonesia, meskipun tidak disenangi oleh kolonialis Belanda. Kegiatan partai-partai yang mencita-citakan kemerdekaan sangat dibatasi bahkan dilarang. Tokoh-tokoh pergerakan yang dianggap membahayakan kekuasaan Belanda di Indonesia, banyak yang di tangkap dan dipenjarakan (dibuang) ke Digul, Irian Barat. Akan tetapi, kaum nasionalis Indonesia tetap berjuang dan bergerak terus-menerus dengan berbagai cara, illegal maupun legal untuk mempersiapkan rakat memasuki fase perjuangan kemerdekaan dengan segala konsekwensinya.

Jikalau parta-partai politik yang terang-terangan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dilarang, maka dicarilah bentuk-bentuk organisasi yang lebih lunak yang tidak dilarang oleh pemerintah kolonialis Belanda, yang tetap dapat memelihara dan makin menyalakan api kemerdekaan yang terdapat di hati rakyat, meskipun secara terselubung. SHO merupakan salah satu bentuk organisasi perjuangan tersebut, suatu organisasi olah raga dan persaudaraan yang masih tidak dilarang, dengan mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang tidak berbau politik.

Sebenarnya para pendiri SHO waktu itu, dari hati sanubari mereka bergolak cita-cita politik dan menginginkan kemerdekaan tanah air dan bangsanya. Panca Dharma dan kalimat-kalimat serta rumusan-rumusan yang tercantum dalam Anggaran Dasar SHO dengan rapi dan lihai membungkus cita-cita kemerdekaan nasional bangsa Indonesia, sekaligus merintis character dan nation building secara samar (di mata pemerintah kolonial Belanda), akan tetapi jelas dan tegas dihati kaum nasionalis Indonesia.

Karena perjuangan tidak dapat diketahui atau diramalkan kapan akan selesai, maka dituntut keberanian berkorban, keberanian menderita dan kalau perlu juga keberanian bertempur mati-matian, maka warga SHO digembleng lahir bathinnya dan diperlengkapi dengan senjata pencak SH yang tangguh. Bahwa dalam setiap perjuangan diperlukan persatuan yang kokoh dan kuat, maka SHO berusaha untuk dapat menjadi wadah dan esuh persaudaraan di antara para anggotanya, sehingga jiwa persatuan dan rasa bersaudara terjelma akrab. Kiranya tidak tanpa maksud, jikalau para anggota SHO saling memperlakukan diri mereka sebagai broeders dan mungkin juga sebagai wapen broeders yang terikan erat oleh sumpah mereka masing-masing pada waktu memasuki Persaudaraan Setia Hati, apabila pihak Belanda dapat mencium maksud dan tujuan organisasi-organisasi perjuangan terselubung, semacam SHO waktu itu, maka pastilah SHO tidak akan panjang umurnya. Oleh karena itu, maka untuk masuk dalam Persaudaraan Setia Hati diperlakukan semacam penyaringan yang ketat melalui sistem kandidat yang berat dan lama, sebelum orang tersebut dapat diterima menjadi saudara. Rasa anti penjajahan walaupun tidak diindoktrinasikan, menjiwai para warga SHO. Perjuangan politik secara gerilya yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda menjadi pengetahuan umum dan disadari akan bahayanya dikalangan SHO, maka kerahasiaan cita-cita SHO yang sebenarnya harus dijaga dengan penuh kewaspadaan dan kesetiaan. Gerak langkah, perilaku dan budi pekerti tiap warga SHO dapat menjadi jaminan bahwa SHO akan berhasil ikut mengantarkan bangsanya memasuki fase perjuangan kemerdekaan yang dicita-citakan oleh patriot Indonesia.


Sementara itu, permintaan untuk dapat diterima menjadi saudara SH di luar Semarang terus bertambah, antara lain di Mataram Yogyakarta. Juni 1936 di Magelang, Jawa Tengah, diadakan Leiders Conferentie untuk memurnikan kembali jurus-jurus SH yang mengalami penyimpangan dari aslinya. Tahun 1938 atas hasil musyawarah di Semarang, Pengurus Besar SHO dipindahkan ke Yogyakarta dan Alip Purwowarso dipilih sebagai Ketua.

Sesudah bangsa Indonesia benar-benar memasuki fase perjuangan fisik dalam revolusi kemerdekaan, akibat proklamasi 17 Agustus 1945, maka kerahasiaan perjuangan SHO tidak penting lagi. Suatu fase baru dalam taktik perjuangan, merebut dan mempertahankan proklamasi kemerdekaan, telah pecah menjadi clash bersenjata secara terbuka, para warga SHO menjadilah pejuang-pejuang kemerdekaan, mendharmabhaktikan diri di segala medan perjuangan menurut bakat dan kemampuan masing-masing.

Sesudah rakyat Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat, membangun negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, perjuangan nasional menjadi makin berat. Revolusi yang multi-kompleks ternyata meminta banyak pengorbanan. Di bidang diplomasi dan militer masih memerlukan waktu bertahun-tahun. Para warga SHO, seperti para warga Indonesia lainnya yang mencintai kemerdekaan dan yang berjuang untuk kelestarian negara Republik Indonesia, juga mengalami ujian dan tantangan yang sama, merasakan suka dukanya perjuangan di berbagai bidang. Yang selamat berhasil melihat Republik Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat, yang kemudian diakui oleh seluruh dunia. Yang kurang beruntung, gugur dalam membela cita-citanya sebagai pahlawan ataupun pejuang yang tak dikenal namanya, menghias Ibu Pertiwi. Sebagian lagi yang terlibat dalam perjuangan di medan pertempuran menghadapi musuh-musuh, dengan senjata seadanya (tombak, keris, atau bahkan hanya dengan bambu runcing), mengajarkan pencak SH kepada teman-teman seperjuangan yang bukan warga SHO, melanggar sumpah SH-nya demi kepentingan nasional yang dinilai berada di atas segala-galanya (seperti yang diajarkan juga oleh SHO).

Pada tanggal 18 Mei 1948 di Solo, terbentuklah organisasi nasional pencak silat bernama Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), melibatkan saudara-saudara SH sebagai pelopor berdirinya IPSI bersama 15 orang tokoh-tokoh pencak silat yang antara lain dari aliran Minangkabau (Sumatra Barat) diwakili oleh Datuk Ahmad Madjoindo, aliran Sunda (Jawa Barat) diwakili oleh Surya Atmaja dan sisanya saudara-saudara SH antara lain Munandar Hardjowiyoto, Rahmad Suronagoro, R Mariyun Sudirohadiprojo dan lain-lain serta Mr Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K (Depdikbud).


Dalam konggres SHO ke-10 di Semarang, tahun 1954, Munandar Harjowiyoto dipilih sebagai Ketua Umum dan oleh konggres ditetapkan sebagai lambing, meskipun pada mulanya menolak, pada akhirnya diterima. Sesudah Munandar Harjowiyoto menjadi Ketua Umum, cara anname atau keceran diubah, maju selangkah, yaitu penjelasan sebelum dikecer boleh dikatakan bersifat umum atau terbuka (sebelumnya hanya didengar oleh calon saudara baru dan saksi) dengan mengundang beberapa tokoh masyarakat dan undangan lainnya. Tanpa orientasi kepada masyarakat luas yang serba majemuk, kiranya tidak akan memperlancar tujuan SHO yang amat luhur dan mulia untuk diketahui bahwa ajaran atau falsafah SH bukanlah suatu ajaran ilmu klenik, akan tetapi suatu upaya pendidikan dalam membentuk manusia utuh yang berbudi pekerti luhur.

Kemudian pada tahun 1972, pada konggres ke-13 di Yogyakarta, menetapkan keputusan dengan kesepakatan bahwa nama SHO berubah menjadi Persaudaraan Setia Hati. Perubahan nama tersebut merupakan pernyataan Ketua Umum Konggres, Munandar Harjowiyoto yang menyatakan bahwa para khadang Persaudaraan SHO tidak lagi mengenal garis pemisah antara para khadang serumpun SH dan persaudaraan SHO menjadilah SH saja tanpa O (organisasi), kembali ke sumber. Pertimbangan yang diambil oleh Mubes adalah karena adanya Pengurus Besar, Pengurus Daerah dan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, sudah cukup jelas menandakan adanya organisasi. Sekaligus untuk meyakinkan para rumpun SH lainnya, khususnya para khadang SH Winongo, bahwa SHO telah menghapus atau mencabut adanya garis pemisah yang tajam antara SHO dan SH Winongo dan lainnya.

Tanggal 27 Januar 1979,

Munandar Harjowiyoto meninggal dunia dan dimakamkan di Ngambe, Ngawi, Jawa Timur. Almarhum Munandar Harjowiyoto meninggalkan pesannya yang juga pesan para leluhur bangsa Indonesia, yang telah sering didengar yaitu, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani. Ini berarti bahwa seorang khadang SH yang mendapat kepercayaan harus berikhtiar sekuat tenaga agar memberikan contoh yang baik.


Persaudaraan Setia Hati Winongo


Persaudaraan Setia Hati Winongo Tunas Muda merupakan SH yang dikoordinasikan oleh Bpk.RDH.Soewarno pada tahun 1965,beliau merupakan salah satu warga dari Persaudaraan Setia Hati Winongo(panti),yang ingin melestarikan ajaran Setia Hati,dikarenakan pada waktu itu(tahun 1964) SH Winongo mengalami kemunduran yang dikarenakan kurangnya penerimaan saudara,serta saudara saudara yang lain sudah banyak yang sepuh dan meninggal.

Beliau menekankan beberapa ajaran SH yang merupakan peninggalan eyang suro ini,diantaranya adalah Bela Negara, mengolah raga dan batin untuk mencapai keluhuran budi guna mendapatkan kesempurnaan hidup,kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan bathin di dunia dan di akhirat,dengan jalan mengajarkan SILAT ( PENCAK SILAT ) sebagai olah raga atas dasar jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat pula,yaitu dengan meninggalkan semua yang menjadi larangan-larangan tuhan,dan melaksanakan semua perintah-perintahnya ( MENS SANA IN CORPORE SANO-AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR ).

 Di awal masa pendiriannya  Dengan serentak gerakan ini mendapat perhatian yang besar dari para pemuda dan dukungan yang kuat dari masyarakat, yang akhirnya berdaya guna untuk membantu HANKAM, serta ikut Memayu Hayuning Bawono ( memelihara dan membangun keselamatn Negara / Dunia ), membantu Negara / Pemerintah dalam bidang ketertiban dan keamanan.

Dengan meningkatkan latihan jasmani ( pencak-silat ) dan latiahn rokhani (iman dan taqwa kepada Tuhan), maka dapat diharapkan para pemuda kita sebagai generasi penerus akan menjadi kader bangsa yang militant yang sangat berguna bagi kepentingan Negara dan bangsa.

Latihan berarti juga membiasakan, kebiasaan inilah dapat disebut sebagai takdir yang kedua ( het gewoonte is de tweed natuur ). Kalau kita membiasakan baik, Tuhan akan menakdirkan kita baik. Memang segala permulaan itu adalah sukar ( alle begin is moeilijk ) terutama jalan yang menuju kepada kebaikan – kebaikan Syurga tentu banyak sekali rintangan – rintanganya, sebaliknya jalan yang menuju kepada kejahatan, kaemaksiatan, Neraka selalu terhias dengan bunga – bungaan yang serba indah dan harum ( de weg naar de hell is met bloemen geplafeit ). Oleh karena itu harus ditanamkan juga kepada para pemuda kita yaitu cinta kasih dan kasih saying. Sesama manusia harus dicintai sebagaimana mencintai pada diri sendiri ( heb uw naasten lief gelijik u zelven ) atau falsafah agama Hindu yang mengajarkan kesosialan yang tanpa batas yang berbunyi : TAT TWAM ASI ( ia adalah kamu ). Kalau di cubit merasa sakit jangan mencubit orang lain atau dalam bahasa jawanya adalah : KEMBANG TEPUS KAKI (yen dijiwit kroso loro ojo njiwit liyan ).

Bagi Tuhan semua manusia itu sama, yang berlainan hanya taqwanya kepada Tuhan dan yang lebih taqwa itulah yang akan banyak mendapat keridhaan Tuhan.

Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa wajib direalisasikan dengan amalyah, ibadah dan karya nyata dalam pembangunan. Membangun manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Maka wajib bagi setiap manusia Pancasilais yang membangun Indonesia ini meresapi, menghayati dan mengamalkan ketaqwaan dalam arti yang sebenarnya. Dalam perkembangan dunia ini. Tuhan senantiasa menjadikan waktu – waktu pada saat – saat yang bersejarah sejak zaman purba sampai akhir zaman. Sejarah itu merupakan guru dan suri tauladan bagi orang yang suka mengambil pelajaran dari padanya.

Kita ini khususnya para generasi muda sebagai generasi penerus harus pandai mangambil hikmah dari peristiwa bersejarah untuk dijadikan suri tauladan dalam berbuat dan bertindak.

Kepada para Tunas Muda “ S-H “, diajarkan pelajaran Pencak Silat yang berasal dari para pendekar terkenal ( sembilan orang pendekar ) dan yang terakhir dari Bapak Ki Ngabehi Soerodwirjo, Saudara Tertua dalam Persaudaraan “ SETIA – HATI “ Winongo (sebagaimana yang telah terurai pada Lampiran – Lampiran diatas).

Dengan metode yang demikian ini, maka seluruh pelajaran dengan mudah diserap oleh para Tunas – Tunas Muda Kita yang dapat berhasil dengan sukses.

Kita selalu berpedoman :

A. A sense of purpose and direction ( rasa tujuan dan tanggung jawab seorang Pemimpin yang mempunyai cita – cita )

B. Integriteit ( rasa setia Saudara )

Salah satu ikatan yang penting yang menghubungkan seorang Pemimpin dengan pengikut – pengikutnya ialah “ Rasa Percaya “.

Para pengikut seorang Pemimpin ingin mendapat keyakinan bahwa kepentingan mereka selalu dipikirkan dan diperjuangkan. Para pengikut ingin diyakinkan bahwa kata –kata yang diucapkan oleh Pemimpinnya dapat dipercaya dan bahwa mereka tidak usah takut akan ditinggal atau dikhianati dalam waktu menghadapi kesulitan – kesulitan. Dengan demikian antara yang dipikirkan dan apa yang dilakukan oleh Pemimpin haruslah ada Harmoni dan Kesatuan.

“ The greate man does not think before hand of his words that they may be greate. Not of his actions that they may be resolute, he simply speaks and does what is right “

Kita selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa segala sesuatu yang digariskan oleh Pemerintah selalu dapat kita kerjakan / laksanakan dengan sukses.

PersaudaraaN Setia Hati Panti

Persaudaraan Setia Hati Winongo atau yang sekarang disebut sebagai "Panti Setia Hati" merupakan SH yang bertempat dikediaman ki ngabehi suro diwiryo,tepatnya di Jln.Gajah Mada kelurahan winongo kecamatan manguharjo kota Madiun.

Menurut pitutur pini sepuh SH panti,Setia Hati bisa disebut sebagai organisasi yang lengkap. Mengajarkan bagaimana cara keluar dari permasalahan hidup, dengan menggabungkan kebutuhan jasmani dan rohani. Dua kebutuhan itu lalu dilebur dalam gerak indah untuk pertahanan diri, yang akhirnya diberi nama pencak silat. Pencak silat dalam arti untuk pertahanan lahir batin, bukan untuk gubrak-gabruk adu fisik.

Adalah Ki Ngabehi Surodiwiryo yang punya inisiatif untuk melahirkan ajaran Setia Hati. Di Jl Gajah Mada No 41, Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, ajaran ini mulai diperkenalkan oleh pria flamboyan yang akrab disapa Eyang Suro itu pada khalayak pada tahun 1903.

Filosofi dasar ajaran Setia Hati sebenarnya sangat luhur dan manusiawi. ”Setia Hati memiliki makna setia menuruti kehendak hati yang luhur untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa,” papar Koes Soebakir, pengesuh Setia Hati –atau menurut istilah SH disebut pengecer.

SH, kata Koes, memberikan suatu pelajaran untuk mendapatkan keselamatan. Secara teknis, memberikan pelajaran lahiriah berupa pencak silat dan pelajaran batiniah berupa upaya sungguh-sungguh untuk mendalami ajaran ke-Tuhan-an.

Lalu dua hal tersebut dipadukan sehingga melahirkan satu gerak, baik refleks fisik maupun rasa, sehingga bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi, menghindarkan diri dari marabahaya, dan dengan begitu seorang warga SH bisa selamat. Dan perpaduan itulah yang disebut sebagai pencak silat, buah dari kolaborasi jasmani dan rohani yang luhur.

Pencak silat SH itu untuk melindungi diri. Untuk mengeluarkan seorang SH dari permasalahan hidupnya. Bukannya untuk mencari masalah dengan main hajar orang lain. ”Kalau saja semua SH berpedoman pada pakem yang diajarkan Ki Ngabehi Surodiwiryo, tidak akan pernah ada insiden. Karena seorang SH sejati pasti akan menghindari perbuatan yang tidak pantas, seperti mencelakai orang lain,” kata Koes.

SH asli, yang saat ini lebih dikenal dengan nama SH Panti, tidak pernah merekrut anggota. Tapi, para pengurus memilih istilah “menghantar” siapa yang berminat untuk masuk ke dalam SH. Mereka pun cukup selektif untuk memilih calon warga.

”Calon warga SH harus memenuhi dua syarat. Pertama, benar-benar punya niat kuat untuk mempelajari SH yang murni. Yang kedua dewasa, dalam artian sudah bisa membedakan mana yang baik dan buruk atau benar dan salah,” kata Koes.

Beda dengan SH lainnya, seperti SH Terate dan Tunas Muda --keduanya turunan dari SH Panti—yang umumnya merekrut calon warga dalam skala massif, di SH Panti sekali masuk maksimal hanya dua orang. ”Menurut perhitungan ajaran SH tidak boleh lebih dari dua orang. Ajaran itu murni dari Ki Ngabehi Surodiwiryo,” terang pengecer ke-7 SH Panti itu.

Inilah yang membuat SH Panti terkesan adem ayem. Pemilihan anggotanya cukup selektif, sehingga pengajaran benar-benar fokus dan mengena. Menurut Koes Soebakir, seorang SH Panti dijamin tidak akan melenceng dari ajaran dan tujuh sumpah yang diucapkan ketika ditahbiskan sebagai seorang SH. ”Kalau melanggar sumpah tidak akan selamat.”

Juga karena alasan itulah SH Panti bukan tipikal SH yang suka menggelar unjuk kekuatan massa. Karena memang bukan itu tujuan SH. Tapi lebih pada pengajaran pada masing-masing individu SH menjadi pribadi yang matang lahir-batin dan selamat dunia-akhirat. Ajaran SH untuk individu, bukan untuk kelompok. Dan ajaran SH hanya diberikan pada warga yang sudah memenuhi syarat dan dikecer, tidak disebarluaskan secara umum.

Sampai sekarang, SH masih eksis dengan nama SH Panti. Pusat kegiatannya di rumah yang pernah ditempati Eyang Suro bersama istrinya, Ny Sariati. Suasana rumah yang kemudian disebut panti itu memang adem ayem, jauh dari kesan ingar-bingar.

Suasana itu seperti pencerminan dari kehidupan Ki Ngabehi Surodiwiryo, seorang pekerja di Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) Madiun pada zaman kolonial Belanda, yang menjalani hidup bersahaja dan tenang. Tidak mengangkat dagu kendati dia adalah keturunan darah biru bila ditarik dari garis darah Betoro Katong penguasa Ponorogo zaman dulu.

Dijalankan Tiga Badan

Secara organisasi, SH Panti dijalankan oleh tiga unsur, yaitu Badan Pengesuh atau Pengikat, Badan Pengasuh, dan Badan Pertimbangan.

Disebut Pengesuh, berasal dari  kata dasar esuh, dalam bahasa Jawa berarti pengikat lidi. Pengesuh bisa diartikan sebagai pemersatu yang bertanggung jawab terhadap SH. Yang bisa menjadi seorang pengesuh harus warga tingkat tiga, seperti Koes Soebakir. Dari Badan Pengesuh inilah akan diangkat juru kecer, yang akan mengesahkan seseorang sebagai warga SH.

Sedangkan Badan Pengasuh bertanggung jawab atas rumah tangga SH. Yang mengemban peran ini tidak harus tingkat tiga layaknya Pengesuh. Tugasnya sebagai pelaksana upacara kecer, Suran, atau silaturahim.

Badan Pertimbangan bertugas memberikan pertimbangan, referensi, dan bagaimana keputusan yang akan diambil oleh organisasi. ”Tapi bukan berarti mendominasi badan pengesuh maupun pengasuh,” Koes menjelaskan.

Adapun susunan juru kecer Persaudaraan setia hati winongo(panti) adalah sbb :
Ki Ngabehi Surodiwiryo (1903-1944)
Koesnandar (1944-1947/Bupati Madin kala itu)
Kolonel Singgih Gubernur Akademi Militer Nasional Magelang (1947-1957)
Hadi Subroto (1957-1977)
Karyadi (1957-1977)
Soemakto (1978-1998)
Koes Soebakir (1998-Sekarang)